Minggu, 20 Februari 2011

Antrian Liang Lahad

Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya [QS. 3:145[.

Sesungguhnya sejak engkau bangun dari t idurmu ketika itulah waktu mulainya masuk dalam kisaran waktu untuk menunggu maut, tepatnya menjemput kematian. Allah melepaskan kita dari maut pada malam hari dan diberi lagi kesempatan untuk meraih amal sebanyak-banyaknya untuk meratakan jalan menuju liang lahad. Itulah pekerjaan kita setiap harinya yang utama disamping menyempatkan mencari rezeki untuk kebutuhan dalam mengarungi perjalanan ini.

Sampai saat ini antrian diberikan kepada orang lain sementara kita masih dibarisan yang kesekian, mungkin persis di belakang keranda yang terakhir lewat atau boleh jadi setelah kita terbungkuk-bungkuk meniti setiap langkah yang meletihkan. Pilihannya bukan pada diri kita, tetapi kita semuanya telah diberi waktu untuk mengisi pilihan-pilihan yang kita anggap yang terbaik. Kematian bukanlah hal yang utama, tetapi investasi waktu yang ada apakah telah diisi dengan perbekalan yang terbaik atau tidak.

.. dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), [QS.59:18]

Setiap hari kita melihat antrian kematian di sekeliling kita; sahabat, tetangga, pejabat, penjahat, ulama dan tentu saja semua profesi yang ada. Ketika antrian itu lewat dihadapan kita, dalam hati kita berucap mungkin giliran saya sudah dekat. Tetapi ketika lewat dan menjauh kita merasa akan hidup sampai kakek nenek, sehingga persiapan saat ini belum menjadi prioritas, nanti setelah tua baru persiapan dilakukan. Padahal ..

Tidak ada suatu umat pun yang dapat mendahului ajalnya, dan tidak (pula) dapat mengundurkan (nya). [QS. 15:5]

Saudaraku, kematian itu adalah suatu kepastian. Semua orang juga tahu, tetapi tidak semua orang tahu persiapan untuk menghadapinya, dan lebih sedikit lagi yang bisa melakukan persiapan dengan baik. Ada orang yang tidak peduli dan menganggap bahwa setelah kematian semuanya sudah berakhir. Ada orang yang tidak peduli, ah nantilah itu dipikirkan, serunya. Tiba masa tiba akal, katanya. Kondisi di dunia dijadikan dasar pola pikirnya. Segala sesuatu dapat diperbaiki.

Apabila kita mencintai diri kita, maka tugas kita adalah meyakinkan diri dalam pola pikir dan perbuatan, bahwa; maut, kematian, akhirat ada di depan hidung kita yang segera menyergap kita. Jangan menggunakan lagi logika waktu agar tidak terjebak lagi dengan pertanyaan kapan? Kalau kita bisa melompat ke masa kanak-kanak melihat hal-hal yang menyenangkan, harusnya juga bisa melompat ke masa setelah kematian dan melihat kengerian apa yang ada pada masa itu dan akhirnya merasakan jerih payah yang telah kita kerjakan selama ini.

Ketika tidak ada lagi yang dapat membantu kemana harapan hendak digantungkan, ketika semua orang memikirkan dirinya sendiri, tahulah kita semua yang dipersiapkan tidak ada artinya, karena semua telah dihabiskan untuk diri sendiri dan egonya ketika di dunia.

Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri [QS. 17:7]

http://www.buntubatu.blogspot.com/

Rabu, 16 Februari 2011

Menyayangi Anak dan Menciuminya

Oleh: Tim Kajian Manhaj Tarbiyah
________________________________________

1 ـ عن أنس بن مالك ـ رضي الله عنه ـ قال : أََخَذَ النَبٍي ـ صلى الله عليه وسلم ـ إبراهيم ، فَقَبَّلَهُ وشمَّهُ رواه البخاري..
dakwatuna.com – Dari Anas bin Malik RA berkata: Rasulullah saw menggendong Ibrahim dan menciuminya. (HR. Al Bukhari)
Ibnu Al Baththal berkata:
يَجوزُ تَقْبِيلَ الوَلَدِ الصغيرِ في كلِّ عَضُّو مِنْهُ ،وكذا الكبيرُ عند أكْثَرُِ العُلَماءِ ، مَالَ لَمْ يَكُنْ عَوْرِةُ ، فلا تُقَبِِلُ عورة الوَلَدِ
Diperbolehkan mencium anak kecil, di semua anggota badannya. Demikian juga orang dewasa –menurut mayoritas ulama-, kecuali auratnya. Maka tidak boleh hukumnya mencium aurat anak.
أخذ النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ إبراهيم
Rasulullah mengambil anaknya –Ibrahim- dari ibunya Mariyah Al Qibthiyah,
فَقَبَّلَه Mencium dengan mulutnya, وَشَمَّهُ mencium dengan hidungnya, sepertinya ia adalah ُ رِيحانَة: pengharumnya
Anak-anak itu diciumi serasa parfum – sepertinya. Rasulullah saw menerangkan dua cucunya Al Hasan dan Al Husain, dua putra Fatimah dengan kalimat:
هما ريحانتاي من الدنيا Keduanya adalah keharumanku di dunia. (HR Al Bukhari dari Ibnu Umar RA)
Kalimat, ريحانتاي من الدنيا berarti bagian parfum duniawiku.
Itulah ciuman yang Rasulullah saw lakukan kepada cucunya, menunjukkan cinta dan kasih sayangnya.
Hadits ini menunjukkan cinta anak dan menciumnya.
2 ـ عن أبي هريرة ـ رضي الله عنه ـ قال : قبل رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ الحسن بن عليّ ، وعنده ـ الأقرع بن حابس التميمي ، جالساً ، فقال الأقرع : إن لي عشرة من الولد ما قبلت منهم أحداً ، فنظر إليه رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ ، ثم قال : ” من لا يرحم لا يرحم “ .رواه البخاري .
Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah saw menciumi Al Hasan bin Ali, di hadapan Al Aqra’ bin Habis At Tamimiy yang sedang duduk. Lalu Al Aqra’ berkata: Sesungguhnya aku memiliki sepuluh anak, dan aku belum pernah menciumi seorang pun. Lalu Rasulullah saw memandanginya dan bersabda: “Barang siapa yang tidak menyayangi maka tidak akan disayangi” (HR. Al Bukhari)
Penjelasan:
Rasulullah saw mencium Al Hasan bin Ali RA Putra Fathimah RA.
Al Hasan lahir pada tahun 2 (dua) Hijriyah.
Ketika itu Al Aqra’bin Habis At Tamimiy sedang duduk berada di hadapan Rasulullah saw. Ia seorang muallaf, sehingga Islamnya menjadi baik.
Rasulullah saw melihatnya dengan pandangan yang kurang menyenangkan karena ia tidak pernah mencium anaknya.
Kemudian Rasulullah saw bersabda, untuk merubah sikapnya terhadap anak-anaknya, sehingga anaknya merasakan kasih sayangnya dengan menciuminya.
من لا يرحم لا يرحم Barang siapa yang tidak menyayangi maka ia tidak disayangi.
من لا يرحم لا يرحم Huruf ya pertama di baca fathah dan ya’ kedua dibaca dhammah. Boleh juga kedua ya’ dibaca rafa’ (huruf mim dibaca dhammah) dengan menstatuskan kata “Man” sebagai isim Maushul. Atau keduanya dibaca jazm (mim dibaca sukun/mati) dan kata Man berstatus syarat. Namun pada umumnya para rawi membacanya dengan rafa’.
Jawaban Rasulullah kepada Al Aqra menunjukkan bahwa mencium anak itu bertujuan untuk menunjukkan kasih sayang dan perhatian, bukan kelezatan atau syahwat.
Kata “rahmat” kasih sayang dari sesama makhluk adalah kelembutan hati yang membuat seseorang memuliakan, dan ihsan (berbuat baik). Rahmat dari sesama makhluk adalah termasuk dalam amal shalih, sedangkan rahmat dari Allah swt adalah balasan atas amal shalih yang dilakukan.
Sesungguhnya orang yang berfikir dan bersemangat untuk membuat kebaikan pada dirinya sendiri akan berusaha agar rasa kasih sayang itu menjadi akhlaq dan kepribadiannya, agar mendapatkan rahmat Allah dan kasih sayang sesama manusia. Barang siapa yang menyayangi ia akan disayangi, dan sebaliknya; barang siapa yang tidak menyayangi maka tidak disayangi.
Dari hadits di atas dapat disimpulkan antara lain:
1. Masyru’iyyah (disyariatkannya) mencium anak, dan hal ini adalah sunnah Nabi yang mulia.
2. Orang yang tidak menyayangi sesama manusia dan makhluk hidup lainnya akan terhalang dari rahmat Allah, dan kasih sayang sesama manusia. Karena balasan itu serupa dengan amalnya.
3. Orang yang menyayangi orang lain mendapatkan keberuntungan rahmat Allah dan kasih sayang sesama manusia yang akan menjadi penolong di kala sempit dan pembela pada saat yang dibutuhkan.

http://www.dakwatuna.com/2011/menyayangi-anak-dan-menciuminya/

SKB 3 Menteri

SKB (Surat Keputusan Bersama) yang ditetapkan pada Hari Senin, Tanggal 9 Juni 2008.

Keputusan Bersama Menag, Mendagri, Jaksa Agung tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat (nomor: 3 Tahun 2008, nomor: KEP-033/A/JA/6/2008, nomor: 199 Tahun 2008)
Kesatu:
Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk tidak menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan keagamaan dari agama itu yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran itu.
Kedua:
Memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus JAI sepanjang mengaku beragama Islam untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Islam, yaitu penyebaran paham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW.
Ketiga:
Penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus JAI yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu dan diktum kedua dapat dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk organisasi dan badan hukumnya.
Keempat:
Memberi peringatan dan memerintahkan warga masyarakat untuk menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat dengan tidak melakukan perbuatan dan/atau tindakan melawan hukum terhadap penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus JAI.
Kelima:
Warga masyarakat yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu dan diktum keempat dapat dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Keenam:
Memerintahkan aparat pemerintah dan pemerintah daerah melakukan langkah-langkah pembinaan dalam rangka pengamanan dan pengawasan pelaksanaan Keputusan Bersama ini.
Keputusan Bersama ini berlaku sejak tanggal ditetapkan di Jakarta pada 9 Juni 2008. Menteri Agama, Jaksa Agung, Menteri Dalam Negeri

http://www.dakwatuna.com/2008/skb-3-menteri-tentang-ahmadiyah/

Jumat, 04 Februari 2011

MENGURUS RAKYAT

Tugas pemerintah itu mengurus rakyat!
Mengurus dalam hal apa?

Yang paling utama hendaklah pemerintah itu mengurus rakyat dalam hal :
(1) Mengurus agar tidak ada rakyat yang tidak makan. (jadi tidak boleh ada rakyat mati kelaparan, atau yang menderita busung lapar atau buruk gizi).
(2) Mengurus rakyat agar bisa berobat ketika sakit. (jadi tidak boleh ada rakyat yang terlantar tidak bias berobat ketika mereka sakit).
(3) Mengurus rakyat agar mereka semua memiliki pekerjaan yang layak, sehingga dengan bekerja itu mereka bisa mendapatkan penghasilan yang layak untuk membiayai hidup mereka. (jadi tidak boleh ada rakyat yang menganggur).
(4) Mengurus seluruh keperluan rakyat dalam satu bentuk jaminan sosial bagi rakyat yang cacat, anak-anak yang terlantar dan orang tua yang sudah tidak berdaya.

Itulah tugas utama seluruh pemerintah di dunia saat ini. Di negara-negara kapitalis seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis dan Belanda hal itu sudah lama berjalan. Begitu pula di negara-negara komunis Rusia, Polandia, Hongaria, Chekoslowakia, hal yang seperti itu sudah lama pula berjalan.
Kenapa di Indonesia yang Negara Pancasila ini hal seperti itu tidak berjalan? Padahal kita menyatakan bahwa Pancasila lebih baik dari kapitalisme dan komunisme? Dan juga mengapa di negara-negara Islam hal seperti itu tidak berjalan? Kiranya bangsa Indonesia dan umat Islam memikirkan hal ini!

(Diambil dari Buletin Dakwah “AL-HUDA” o. 1253 Jumat 28 Januari 2011 / 23 Shafar 1432 H)


Ya Allah….
karuniakanlah kepada pemimpin kami mata yang tajam,
agar mereka dapat melihat bahwa
ada rakyatnya yang makan nasi aking, keracunan pula, dan meniggal dunia
karena tidak mampu membeli beras

Ya Allah….
karuniakanlah kepada pemimpin kami pendengaran yang tajam,
agar mereka dapat mendengar bahwa
ada rakyatnya yang makan nasi aking, keracunan pula, dan meniggal dunia
karena tidak mampu membeli beras

Ya Allah….
karuniakanlah kepada pemimpin kami penciuman yang tajam,
agar mereka dapat mencium bahwa
ada rakyatnya yang makan nasi aking, keracunan pula, dan meniggal dunia
karena tidak mampu membeli beras

Ya Allah….
karuniakanlah kepada pemimpin kami kekuatan,
agar mereka dapat menunaikan amanat yang Engkau berikan kepada mereka

Ya Allah….
Kabulkanlah doa kami.....

Direktori Organisasi

Nama Organisasi : Forum Komunikasi Anak Betawi
disingkat FORKABI
Tujuan : 1. Menghimpun dan mengembangkan potensi SDM masyarakat Betawi agar dapat menjadi pelaku pembangunan di kampungnya sendiri.
2. Berupaya untuk meningkatkan harkat dan martabat masyarakat Betawi, agar orang Betawi dapat mempunyai rasa percaya diri yang tinggi.
3. Memelihara, membina dan meningkatkan persatuan dan kesatuan masyarakat Betawi khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya.
4. Mengangkat budaya yang dapat dikagumi oleh masyarakat Indonesia, Internasional, dan sekaligus menjadi filter terhadap pengaruh buruk globalisasi budaya.
5. Ikut memelihara dan memperjuangkan keselamatan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang senantiasa mendapat Ridho Allah SWT.
Deklarasi : Megamendung, 18 April 2001

Asas dan Landasan Moral : Asas Pancasila yang dijiwai ajaran Islam
Landasan Moral :
1. Bertaqwa kepada Allah SWT
2. Menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia
3. Berjiwa kepeloporan
4. Nasionalisme
5. Patriotisme, pantang menyerah dan rela berkorban
6. Gotong royong
7. Membina dan memupuk rasa persaudaraan antar sesama masyarakat Betawi dan dengan masyarakat lain
Sifat Organisasi : 1. Sosial
2. Edukatif
3. Gotong royong
4. Mandiri
5. Tidak berpihak/berafiliasi dengan ormas maupun partai politik manapun.
Struktur Organisasi : 1. Dewan Pimpinan Pusat
2. Koordinator Wilayah
3. Dewan Pimpinan Daerah
4. Dewan Pimpinan Cabang
5. Dewan Pimpinan Ranting
6. Dewan Pimpinan Subranting
7. Koordinator Tetangga
Pimpinan Organisasi : Mayjen (Purn) TNI. H. Nachrowi Ramli, SE, Ketua Majelis Pertimbangan Tinggi
Drs. H. Murdhani, M, Ketua Umum
Syarif Hidayatullah, S.Ip, Sekretaris Jenderal
Sekretariat : Jl. Raya Ceger No. 33, Ceger – Cipayung Kota Administrasi Jakarta Timur 13820
Telp. 021-95474593, 021-94432223 /Fax 021-8447160
E-mail : dpp_forkabi@yahoo.co.id
Facebook: dpp forkabi

SEJARAH SINGKAT, FORUM KOMUNIKASI ANAK BETAWI

Latar Belakang

1 Januari 2001, era otonomi daerah mulai diberlakukan secara serentak oleh pemerintah setelah sebelumnya mensahkan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Keduanya merupakan paket perundangan yang mengatur tentang desentralisasi struktur pemerintahan di Republik Indonesia menyusul era reformasi yang dipelopori mahasiswa sejak tahun 1998. Sebagaimana tercatat dalam sejarah reformasi mulai melingkupi kehidupan sosial-politik-ekonomi Indonesia menyusul tumbangnya rezim Orde Baru yang di akhiri oleh suatu krisis multidimensional. Sejak itu pula, gerakan Kaum Betawi yang merupakan masyarakat inti Ibukota Jakarta ini mulai menguat. Setelah di tahun ini, melalui kekuatan moral warga asli ibukota Jakarta ini terbukti efektif “menyelamatkan” Jakarta dari anarkhisme sosial menyusul gelombang serbuan pasukan berani mati pro Gus Dur ke ibukota, menjelang jatuhnya pemerintah pusat akibat impeachment parlemen terhadap presiden saat itu. Secara spontan Kaum Betawi menjadi tameng hidup guna mencegah kemungkinan aksi brutal masyarakat luar Jakarta yang militant tersebut. Dengan himbauan-himbauan yang bersifat persuasif hingga keras. Upaya Kaum Betawi tersebut setidaknya mencegah bentuk chaos berdarah di ibukota. Sejak itulah wacana Betawi muncul dan menguat serta menasional.
Wacana tersebut di atas, semakin menguat dan terwujud menyusul terjadinya konflik antar etnis, yakni Betawi dengan Madura di daerah Kebayoran Lama. Peristiwa ini menyebabkan meniggalnya seorang pemuda Betawi setempat, Iwan, secara mengenaskan. Akibatnya, muncul reaksi yang keras dari sekelompok pemuda Betawi yang mengamuk dan menyapu bersih pemukiman orang Madura di sekitar Pasar Kebayoran Lama. Keadaan pun mulai mencekam. Aksi ini nyaris meluas jika tokoh-tokoh masyarakat Betawi bekerja sama dengan aparat keamanan tidak segera turun tangan. Sebelumnya, aksi kekerasan yang berbau sentimen etnis ini juga muncul di Bongkaran, Tanah Abang dan beberapa tempat di Jakarta Timur.
Sehari setelah peristiwa Kampung Mangga tersebut, Bamus Betawi yang dipimpin oleh dr. H. Abdul Syukur membentuk tim yang terdiri dari beberapa tokoh Betawi seperti Almarhum H. Abdul Khair, H. Irwan Syafi’ie, H. Husain Sani, dan H. Asmuni Muchtar untuk menyelesaikan masalah tersebut bersama dengan tokoh masyarakat Madura dan unsur pemerintah serta aparat keamanan, yang pada akhirnya peristiwa tersebut dapat diselesaikan secara damai dan para pelaku pembunuhan Iwan ditangkap dan menjalani proses hukum. Pertemuan antar tokoh tersebut menerbitkan kesadaran bahwa ada segelintir pihak yang senag meniupkan isu atau sentiment etnis untuk kepentingan kelompok kecil dan membuat rusuh stabilitas Ibukota Negara DKI Jakarta.
Pasca konflik Kebayoran Lama, H. Husain Sani bertemu dengan Syarif Hidayatullah, S.Ip, dalam kapasitas sama-sama sebagai deklarator Partai Amanat Nasional, baik tingkat Nasional, maupun deklarator PAN DKI Jakarta, mendampingi H. Amien Rais, pada acara dengar pendapat yang dipimpin oleh Abu Hasan Sadzili, Ketua Komisi I di DPR RI. Acara tersebut membahas tentang mengantisipasi situasi politik di Jakarta menjelang reformasi.
Pada kesempatan itu, H. Husain Sani mengajak Syarif Hidayatullah untuk mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh Betawi guna membahas masa depan Kaum Betawi menghadapi reformasi.
Selanjutnya, diadakanlah pertemuan yang difasilitasi oleh H. Abdul Syakur, Ketua Umum Bamus Betawi pada saat itu, yang dihadiri oleh tokoh-tokoh Kaum Betawi diantaranya :
1. Marsekal TNI Sugiri, mantan komandan lapangan udara Halim
2. H. Abdul Azis (almarhum)
3. H. Abdul Khair (almarhum)
4. H. Nuri Taher
5. Kolonel H. Asmuni Muchtar
6. Syarif Hidayatullah, S. Ip
7. H. Sayadih Gedang, dan
8. KH. Ismail
Pertemuan tersebut terjadi di ruang pertemuan Hercules Golf Eksekutif Club Halim Perdana Kusuma Jakarta Timur. Pertemuan tersebut membahas tentang keinginan dan harapan Kaum Betawi untuk lebih responsif dalam menghadapi situasi DKI Jakarta yang tidak dapat lagi di respon oleh Bamus Betawi. Pada pertemuan itu disimpulkan bahwa arus reformasi sudah sedemikian kuat, dan sebagai lokomotif reformasi H. Amien Rais bersedia untuk menjembatani dan mendudukkan Putera Betawi sebagai Kepala Daerah Provinsi DKI Jakarta.
Selanjutnya, H. Husain Sani dan Syarif Hidayatullah melakukan road show ke beberapa tokoh Kaum Betawi, termasuk ke kediaman H. Abdul Khair di Kebayoran Lama. Kemudian, digelarlah sebuah acara di rumah H. Abdul Khair yang menghadirkan H. Amien Rais. Pada acara tersebut H. Amien Rais menyepakati dan menandatangani perjanjian dengan tokoh Betawi, yang berisi diantaranya apabila H. Amien Rais terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia, maka Putera Betawi menjadi Kepala Daerah Provinsi DKI Jakarta, dan sebagai balasannya para tokoh Kaum Betawi sepakat bergabung ke dalam Partai Amanat Nasional, diantaranya :
1. H. Husain Sani
2. H. Eddie Nalapraya
3. H. Nuri Taher
4. H. Abdul Khair
5. H. Rusdi Saleh
6. H. Irwan Syafi’i
7. H. Salman Muchtar
8. Syarif Hidayatullah, S.Ip, dan
9. H. Sabri Saiman, tokoh Betawi kelahiran Medan
Selanjutnya, diformulasikan kembali pertemuan di rumah H. Salman Muchtar di Tebet Timur dengan agenda membentuk organisasi masyarakat Betawi yang dihadiri oleh H. Nuri Taher, H. Husain Sani, Syarif Hidayatullah, Kolonel H. Asmuni Muchtar, H. Sabri Saiman, dan H. Salman Muchtar sendiri sebagai tuan rumah. Pada pertemuan ini disimpulkan untuk mengadakan pertemuan lanjutan di villa H. Husain Sani Mega Mendung Jawa Barat.
Pertemuan Mega Mendung Bogor Jawa Barat yang diadakan pada tanggal 18 April 2001, dan dihadiri oleh :
1. H. Husain Sani
2. Letjen (Purn) H.M. Sanif
3. H. Abdul Khair (almarhum)
4. H. Syah Manaf
5. H. Salman Mochtar
6. Drs. H. Nukman Muhasyim
7. H. Komarudin Darip
8. Kolonel Polisi H. Asmuni Mochtar
9. H. Irwan Syafi’ie
10. H. Sofyan
11. Syarif Hidayatullah, S. Ip
12. Mohammad Ihsan, SH
Pertemuan Mega Mendung ini menghasilkan keputusan, sebagai berikut :
1. Pembentukan FORKABI.
2. Membentuk Tim Perumusan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang beranggotakan Kolonel H. Asmuni Muchtar, Syarif Hidayatullah, S.Ip, H. Herman Sani, BBM, dan Mohammad Ihsan, SH.
Kata FORKABI diusulkan pertama kali oleh H. Salman Muchtar, terdiri dari 2 kata, FOR berarti untuk, dan KABI berarti pukulan. Resmilah pemakaian kata FORKABI pada organisasi yang baru lahir ini yang merupakan kependekan dari Forum Komunikasi Anak Betawi.
FORKABI pun lahir dan menjelma menjadi sebuah organisasi Kaum Betawi yang bergerak pada multi bidang yang menyangkut kepentingan Kaum Betawi sebagai bagian dari pluralism DKI Jakarta. Selanjutnya FORKABI bergabung ke dalam Bamus Betawi. Sedikit perbedaan dengan ormas kebetawian lainnya, FORKABI lebih memantapkan diri sebagai organisasi yang berbasis kepada massa.
Setelah beberapa bulan melakukan konsolidasi serta mengembangkan jaringan ke segenap pelosok ibukota, bahkan sampai ke daerah-daerah penyangga, Bogor, Tangerang, dan Bekasi, FORKABI menampilkan sosok dirinya secara terbuka dalam acara halal bi halal dan silaturrahmi masyarakat Betawi di Istora Senayan pada akhir tahun 2001. Saat itu hampir 15.000 an Kaum Betawi memadati Istora Senayan. Potensi ini kemudian dijadikan momentum konsolidasi pembentukan struktur organisasi yang lebih rapi.

Musyawarah Besar I FORKABI

Pada tanggal 21 – 22 Juni 2002 digelarlah Rapat Kerja I FORKABI di Hotel Graha Dinar Cipayung Jawa Barat, yang kemudian pada oleh Peserta Raker tersebut dirubah menjadi Musyawarah Besar I FORKABI. Mubes I tersebut memutuskan :
1. Mengesahkan AD/ART
2. Mengukuhkan duet pasangan H. Husain Sani sebagai Ketua Umum, Drs. H. Nukman Muhasyim sebagai Sekretaris Jendral dan H. Mamat S. Nain sebagai Bendahara Umum
3. Memberikan mandat kepada Syarif Hidayatullah, S.Ip untuk menyatukan Lambang yang berbeda dari 5 wilayah kotamadya, sehingga menjadi Lambang yang ada sekarang ini.
Sekretariat FORKABI pada waktu itu bertempat di Jl. Danau Lait No. 6 Pejompongan Jakarta Pusat.
Menyusul setelah itu pembentukan dan pengaktifan struktur kepengurusan FORKABI pada tingkat Kabupaten/Kota, Kecamatan, dan Kelurahan, bahkan sampai pada tingkat Rukun Tetangga.
Berdirinya FORKABI secara langsung maupun tidak langsung menjadi penyebab timbulnya kesadaran Kaum Betawi akan potensi yang dimiliki. Bukan hanya kebanggaan etnis saja yang muncul, akan tetapi harapan-harapan menjadi tuan di kampung sendiri semakin menguat, dan diupayakan untuk meraih dengan segenap kekuatan yang dimiliki.
FORKABI menjadi wahana mengekspresikan diri, meningkatkan persaudaraan dan kekompakan dan menjadi mitra yang baik bagi semua pihak. Eksistensi FORKABI sebagai organisasi berbasis etnis Betawi telah ditunjukkan dalam beberapa peristiwa menumental, sebagai berikut :
1. Acara halal bi halal masyarakat Betawi di Istora Senayan tanggal 26 Desember 2001.
2. Aksi ribuan massa mendukung pencalonan Gubernur DKI Jakarta dari Putera Daerah di depan kantor DPRD DKI Jakarta, 11 September 2001.
3. Partisipasi aktif pemuda kader FORKABI dalam suksesi Musyawarah Besar Bamus Betawi pada tanggal 6 September 2003 yang menghantarkan Dr. Ing. H. Fauzi Bowo sebagai Ketua Umum Bamus Betawi.
4. Aksi kampanye pencalonan Calon Anggota Legislatif dan Calon Anggota DPD DKI Jakarta menjelang Pemilu 2004.
5. Aksi-aksi sosial lainnya yang dilakukan diberbagai tempat oleh setiap jenjang kepemimpinan FORKABI di wilayah masing-masing.
Aktivitas-aktivitas tersebut menyebabkan timbulnya pengakuan terhadap eksistensi FORKABI, mulai dari masyarakat etnis lain, pemerintah, pengusaha, professional, sampai aparatur keamanan. Sehingga tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa FORKABI adalah organisasi masyarakat etnis Betawi yang modern, dan memenuhi standar kriteria organisasi.

Musyawarah Besar II FORKABI

Pada tanggal 23 – 25 September 2005 digelarlah Musyawarah Besar II FORKABI bertempat di Cimacan Cianjur Jawa Barat yang menghasilkan :
1. Mengesahkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga hasil Mubes II.
2. Menetapkan H. Husain Sani sebagai Ketua Umum periode 2005 – 2010 yang dimandatkan untuk menyusun personil kepengurusan DPP FORKABI.
3. Menetapkan Mayjen TNI (Purn) H. Nachawi Ramli, SE sebagai Ketua Dewan Penasehat DPP FORKABI.

Musyawarah Besar III FORKABI

Dilaksanakan pada tanggal 1 – 3 Oktober 2010 bertempat di Bumi Perkemahan Pramuka Cibubur Jakarta Timur, yang menghasilkan :
1. Mengesahkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga hasil Mubes III.
2. Menetapkan Drs. H. Murdhani, MH sebagai Ketua Umum periode 2010 – 2015 yang dimandatkan untuk menyusun personil kepengurusan DPP FORKABI.
3. Menetapkan Mayjen TNI (Purn) H. Nachawi Ramli, SE sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Tinggi DPP FORKABI periode 2010 – 2015.





Narasumber :
Bang Syarif Hidayatullah, S.Ip