Senin, 20 Juni 2011


Menangkan “Peperangan” Menjelang Fajar
Yusron Aminulloh

TIGA bulan ini oleh karena sebuah amanah pekerjaan, saya sering berada di sebuh Guest House di daerah Jakara Selatan . Tidak jauh dari situ, berdiri sebuah apartemen yang sebagaian besar adalah warga Korea yang bekerja di berbagai perusahaan PMA di Jakarta. Meskipun masih banyak juga warga negera Indonesia sendiri.


Yang ingin saya tulis dalam catatan ini bukan soal politik kaitannya dominasi orang Asing diberbagai perusahaan di Indonesia, melainkan perilaku harian yang saya perhatikan tiap harinya. Sesuatu yang sepele, tetapi tidak ada salahnya kita maknai. Kebetulan kantor saya hanya berjalan 5 menit sudah sampai, maka di pagi hari masih bisa santai sambil nulis-nulis. Karena kalau pagi antara pk. 05.00 - 07.00, saya saksikan puluhan mobil sudah mulai meninggalkan apartemen. Dan yang menarik,gelombang mobil yang berangkat, ternyata juga menunjukkan karakteristik.




Saya perhatikan, mobil-mobil yang ditumpangi para eksekutif asal Korea itu, berangkat awal. Antara pukul 05.00 - 06.00. Mobil-mobil mewah dengan penumpang asal Korea itulah yang berangkat duluan, baru antara pukul 06.00 – 07.00 kelihatan mobil-mobil yang ditumpangi warga Indonesia tampak mulai berangkat.



“Tapi ya tidak semua orang kita berangkat agak siang mas. Ada juga bos-bos warga Negara Indonesia sendiri berangkat juga jam 06.00,” kata salah seorang sopir di apartemen tersebut membantah kesimpulan saya. “Yang berangkat agak siang itu biasanya para pegawai biasa,” tambahnya.



Sebuah perilaku dan karakteristik yang tentu terkait langsung dengan produktifitas dan kreativitas. Bangun jam 04.00, berkemas untuk mandi dan menyiapkan diri untuk berangkat sebenarnya ajaran agama, Bangun, mandi, sholat Subuh, dan kemas-kemas berangkat sudah seharusnya menjadi naluri harian. Tetapi itu tidak mudah dilakukan. Kebiasaan santai dipagi hari, kadang masih diselingi dengan tidur lagi setelah subuhan, atau santai-santai , masih menjadi dominasi kita. Atau bahkan ada juga yang kebiasaan bangun siang.



Saya jadi ingat seorang kawan yang beberapa tahun lalu menjadi pimpinan TELKOM DKI Jakarta. Ia gelisah melihat kecenderungan puluhan manajernya yang terlambat saat masuk kantor, kalah dengan staf biasa. Jam kantor –pk.08.30 ternyata melahirkan skor tinggi banyaknya karyawan terlambat, bahkan yang paling banyak justru para manajernya. Alasannya klasik : Macet.



Maka, kawan ini kemudian menelorkan kebijakan “aneh”. Semua manajer harus masuk kantor jam 07.00 dan sarapan bersama dia sebagai pimpinan tiap hari yang dikemas dalam bentuk coffe morning. Tiap hari mulai Senin-Jumat. Tentu saja kebijakan itu awalnya ditentang keras. Bagaima mungkin jam 07.00 sudah di kantor ? sebagaian besar mereka tinggal di luar kota. Mulai Bekasi, Bogor, hingga Tanggerang. Perjalanan yang mereka tempuh biasanya 1 hingga 2 jam.



“Pokoknya jalani dulu, gak usah membantah.”kata kawan pimpinan ini TELKOM ini. Bahkan, pria asal Blitar dengan tegas memplesetkan ISO . “ Iso gak iso kudu iso (Bisa gak bisa harus bisa),” tegasnya.



Tentu saja sekitar 20 manajer itu kelabakan. Mereka jam 07.00 harus berada di kantor yang terletak di Jl Gatot Subroto itu. Berarti mereka harus berangkat minimal jam 05.00. Maksimal jam 05.30. Padahal biasanya mereka berangkat pukul 06.30 atau jam 07.00 WIB.



Tetapi karena kewajiban, ternyata semuan manajer datang tepat waktu. Sejak itu tidak ada lagi manajer yang datang terlambat dan kalah dengan staf biasa lainnya. Ini bisa dimaklumi, karena dengan berangkat jam 05.00, maka jalanan belum begitu macet. Meskipun ada macet, tetapi tidak begitu padat dibanding jam 06.00.



Yang menarik, banyak hikmah yang diperoleh dengan mereka datang pukul 07.00 di kantor.



“Saya hanya modal memberi mereka sarapan tiap hari, tetapi ternyata pengaruh ke perusahaan sangat besar. Mereka tidak ada yang terlambat. Bahkan tiap pagi kita bisa ngobrol bersama untuk melahirkan ide-ide segar dari manajer, Mereka menyatu dengan pimpinan tanpa merasa canggung, dibanding di forum rapat resmi. Jadi sarapan pagi sekaligus bekerja…” tambah bos ini.



Beberapa manajer pun berbagi cerita soal perubahan kebiasaan ini.



“Saya biasanya gak tahu anak saya berangkat sekolah, karena masih tidur, sekarang rebutan mandi karena berangkat pagi juga,” kata seorang manajer.



“Malahan saya sekarang bisa antar anak saya ke sekolah, karena masuk jam 06.00. Ya dia agak awal dikit sampai sekolah, tapi malah senang.” Timpal manajer yang lain.



“Saya karena jauh, kadang sholat subuhnya dijalan. Ya senang aja, karena badan jadi seger juga,” tambah kawan manajer yang rumahnya Tanggerang.



Sejumlah hikmah ternyata muncul dari kebijakan “aneh” ini. Baik peningkatan produktifitas seperti disampaikan pimpinan tersebut, atau kesegaran dan keindahan pagi, karena sang ayah yang biasanya tidak tahu anaknya berangkat sekolah karena masih tidur, malah sekarang rebutan mandi dan bahkan ada yang akhirnya mengantar anaknya ke sekolah.



Sebuah kebijakan yang melahirkan dua dimensi. Dimensi perusahaan dan dimensi personal karyawannya. Semua itu berkat satu hal sepele. BANGUN PAGI. Sebuah kebiasaan yang biasa tetapi tidak mudah dilakukan. Padahal di pagi buta itulah semua “ditentukan”. Akankah kita produktif atau sebaliknya.



Dalam bukunya seorang kawan, Amir Fasial “Semut Mengalahkan Gajah” ditulis, bahwa Prof.Dr.Kazuo Murakami,Ph.D menegaskan: Dalam tiap satu kilogram berat tubuh manusia, terdapat satu triliun sel. Jadi kalau berat badan kita 60 Kg, maka kita memiliki sel sebanyak 60 triliun. Dari sel sebanyak itu, yang aktif hanya 5 persen atau 3 triliun. Jumlah itu masih sangat fantastis, karena dalam setiap sel terdapat inti sel atau nukleus yang berisi untaian DNA yang berbentuk heliks yang dikemas dalam kromosom.



Di dalam setiap DNA terdapat ratusan GEN yang terdiri dari gen pembawa sifat baik dan sifat buruk. Oleh karena itu, saat Anda bangun tidur apakah Anda berpikir akan melakukan aktivitas yang produktif atau malas malasan? Itulah pula yang akan dilakukan gen gen Anda. Prof Murakami menegaskan, bahwa berpikir positif akan mengaktivasi gen gen baik dan mengalahkan gen gen buruk.



Ini sederhana, tetapi tidak mudah dilakukan. Jadi apa yang terjadi dijajaran Manajer Telkom itu adalah sebuah perubahan yang sangat berari, karena setiap orang punya kebiasaan yang berbeda. Saya sering mandiri kalau sedang kerja diluar kota, tetapi begitu masuk rumah, sudah “tergantung” sama istri, manja ingin dibangunkan dan digerakkan untuk memerangi gen kemalasan. Sesuatu yang tidak boleh juga dibiarkan, harus dilawan. Tetapi itulah manusia, yang penuh kelemahan. Semoga kita terus mau belajar memperbaiki diri.



Jadi, marilah kita “Berperang setiap hari menjelang fajar. Dan jadilah pemenang.”



Jakarta, 17 Juni 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar